Di balik setiap pemain sepak bola ada cerita perjalanan panjang, penuh liku, kadang tak terduga. Bagi Calvin Verdonk,
kisah itu membawanya dari lapangan hijau Belanda menuju Stadion Utama Gelora Bung Karno, dari jersey Feyenoord
dan NEC Nijmegen hingga seragam merah dengan lambang Garuda di dada.
Bagi publik sepak bola Indonesia, nama Calvin Verdonk kini tak asing lagi. Ia adalah salah satu pemain keturunan yang
resmi menjadi Warga Negara Indonesia pada Juni 2024. Sejak itu, kehadirannya bak angin segar untuk lini pertahanan Timnas Indonesia
yang selama ini sering dianggap sebagai titik rapuh.
Dari Feyenoord ke NEC, dan Kini Ligue 1
Verdonk lahir di Dordrecht, Belanda, 26 April 1997. Sejak kecil ia akrab dengan sepak bola,
meniti jalan dari akademi Feyenoord, salah satu klub raksasa Belanda. Karier mudanya menjanjikan,
bahkan ia sempat dipanggil ke timnas Belanda U17, U19, hingga U21. Namun jalan menuju timnas senior Oranje begitu sempit, penuh persaingan.
Setelah menjalani periode pinjaman di FC Zwolle dan Twente, Verdonk menemukan rumahnya di NEC Nijmegen.
Di sana, ia menjadi salah satu bek kiri paling konsisten di Eredivisie.
Namun titik balik kariernya datang di musim panas 2025. Lille OSC, klub yang baru saja menjuarai Ligue 1 beberapa musim sebelumnya,
resmi mengontraknya. Kontrak tiga tahun hingga 2028 menjadikannya salah satu pemain naturalisasi Indonesia pertama yang menembus liga top Eropa.
“Bermain di Prancis memberi saya tantangan baru, atmosfer berbeda, tapi justru itu yang saya cari,” ujar Verdonk dalam sebuah wawancara.
Momen Debut Bersama Garuda
4 Juni 2024, Verdonk resmi menjadi WNI. Sepekan kemudian, 11 Juni, ia mencatatkan debut bersama Timnas Indonesia
dalam laga kualifikasi Piala Dunia 2026 melawan Filipina. Malam itu, suporter Indonesia di GBK menyambutnya dengan gegap gempita.
“Rasanya merinding,” kenangnya. “Saat lagu Indonesia Raya berkumandang, saya tahu ini keputusan tepat. Saya merasa diterima, seakan ini memang takdir saya.”
Sejak debut itu, Verdonk langsung menjadi pilihan utama di sektor kiri. Dengan stamina tinggi, umpan akurat,
serta kemampuan bertahan rapi, ia menutup celah yang sebelumnya sering dimanfaatkan lawan. Hingga September 2025,
ia telah mencatatkan 11 penampilan, semua di level kompetitif.
Adaptasi Jadi Idola Baru
Kehadiran Verdonk bukan hanya menambah kualitas di lapangan, tetapi juga memberi warna baru di luar lapangan.
Suporter Indonesia dikenal penuh cinta, kadang berlebihan, dan Verdonk merasakannya langsung.
Ia bercerita bagaimana saat berjalan di pusat perbelanjaan Jakarta, orang-orang tiba-tiba menghampiri, meminta foto,
bahkan meneriakkan namanya. “Saya belum pernah merasakan perhatian sebesar ini di Belanda.
Di sini, saya benar-benar diperlakukan seperti superstar,” katanya sambil tersenyum.
Hal ini, meski kadang membuatnya kaget, ia terima sebagai bentuk kasih sayang.
Dukungan publik, menurutnya, justru menjadi bahan bakar ekstra untuk selalu tampil maksimal.
Nilai Lebih: Mentalitas Eropa, Semangat Nusantara
Verdonk datang ke Indonesia bukan sekadar dengan nama besar, melainkan dengan kultur profesionalisme yang ia bawa dari sepak bola Eropa.
Ia terbiasa dengan jadwal padat, standar latihan tinggi, dan disiplin ketat.
Bagi skuad Garuda, hal ini menular. Banyak pemain muda yang kini menjadikan Verdonk panutan, baik soal kebugaran, cara bertahan, hingga sikap di luar lapangan.
“Dia selalu fokus, tenang, dan tahu kapan harus naik, kapan harus bertahan. Itu membantu kami belajar banyak,” ungkap salah satu rekan setimnya.
Tantangan di Depan
Meski mendapat sambutan hangat, perjalanan Verdonk tak serta-merta mulus. Persaingan di timnas semakin ketat,
terutama di lini pertahanan dengan hadirnya nama-nama seperti Pratama Arhan hingga Sandy Walsh yang kadang bisa mengisi posisi serupa.
Di klub, tantangannya lebih berat. Liga Prancis terkenal dengan tempo cepat, duel fisik keras, dan tekanan mental tinggi.
Ia harus membuktikan bahwa kehadirannya di Lille bukan sekadar pemain pelapis, tetapi mampu merebut hati pelatih dan suporter.
Selain itu, ekspektasi publik Indonesia tak pernah kecil. Setiap laga timnas diperlakukan bak final, setiap kesalahan bisa berbalik jadi kritik tajam.
Baginya, menjaga fokus dan ketenangan akan menjadi ujian terbesar.
Harapan Garuda
Meski penuh tantangan, banyak harapan disematkan pada Calvin Verdonk. Ia bukan hanya pemain bertahan,
tetapi simbol kebangkitan: bahwa Indonesia kini bisa bersaing dengan pemain-pemain yang terbiasa berlaga di liga top Eropa.
Dalam jangka panjang, Verdonk diharapkan bisa jadi mentor bagi generasi muda, memberi inspirasi bahwa dengan kerja keras dan disiplin,
pemain Indonesia pun bisa menembus panggung internasional.
“Ini bukan hanya tentang saya. Ini tentang memberi sesuatu untuk negara yang sekarang saya bela, memberi kebanggaan bagi jutaan orang,” kata Verdonk penuh keyakinan.
Epilog
Dari Dordrecht ke Jakarta, dari Eredivisie ke Ligue 1, dari Oranje muda ke Garuda senior—perjalanan Calvin Verdonk membuktikan bahwa sepak bola selalu penuh kejutan.
Kini, dengan seragam merah dan lambang Garuda di dada, ia bukan lagi sekadar bek kiri yang tangguh, melainkan bagian dari harapan baru sepak bola Indonesia.
Dan siapa tahu, suatu hari nanti, nama Calvin Verdonk akan dikenang bukan hanya sebagai pemain naturalisasi,
melainkan sebagai salah satu bek terbaik yang pernah memperkuat Timnas Indonesia.