Sorak penonton bergema di Aim High Stadium. Bukan hanya karena aksi-aksi di lapangan,
tapi karena wajah-wajah lama yang dulu mengisi sejarah basket Indonesia dan Asia Tenggara kini kembali beraksi.
Dari Johny Herry hingga Tatang Kuskanto, dari Andre Tiara hingga Made “Lolik” Sudiadnyana,
para legenda basket turun lagi ke lapangan, kali ini dalam balutan ASEAN Veteran Basketball Conference (AVBC) 2025.
Turnamen yang berlangsung 16–20 September 2025 ini terasa istimewa. Selain menjadi ajang ke-34 AVBC,
ia juga bertepatan dengan perayaan 50 tahun klub Asaba Jakarta, salah satu klub basket tertua di Indonesia.
Tak heran, tema yang diusung adalah “Legacy” — warisan yang menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan.
Lebih dari Sekadar Pertandingan
Sejak awal, AVBC memang berbeda. Ini bukan liga profesional penuh persaingan sengit, tapi juga bukan laga eksibisi biasa.
Ada skor, ada trofi, ada gengsi — tetapi di atas semuanya ada silaturahmi, nostalgia, dan semangat menjaga warisan olahraga.
Delapan negara hadir: Indonesia, Thailand, Malaysia, Myanmar, Brunei Darussalam, Filipina, Singapura,
dan Selandia Baru. Klub-klub veteran mereka datang dengan bangga membawa nama kota dan negaranya.
Ada Asaba Jakarta dan Meteor Pontianak dari Indonesia, ZAAP Bangkok dari Thailand,
Hornbills Kuching dari Malaysia, hingga FCBVA Manila dari Filipina.
Kompetisi dibagi ke dalam kategori umur: KU 40, KU 50, KU 60, hingga KU 70. Yang terakhir menjadi
daya tarik tersendiri: bayangkan, pemain berusia 70 tahun lebih masih bisa berlari, menembak,
dan mengatur permainan di bawah sorotan lampu stadion.
“Ini bukan hanya soal menang atau kalah. Ini tentang membuktikan bahwa cinta basket tidak mengenal usia,”
kata salah satu legenda Indonesia sambil tersenyum selepas pertandingan.
Legenda yang Kembali ke Panggung
Untuk penonton lokal, magnet utama AVBC 2025 adalah hadirnya para legenda basket Indonesia.
Nama-nama besar yang dulu pernah mengisi headline kini bermain kembali, kali ini dengan rambut memutih,
langkah sedikit melambat, tapi sorot mata masih sama: penuh gairah.
Beberapa di antaranya:
-
Johny Herry, maestro guard dengan visi permainan cerdas.
-
Tatang Kuskanto, ikon pertahanan yang keras kepala.
-
Jugianto Kuntardjo dan Njoo Lie Wen, yang dulu menjadi idola di era Kobatama.
-
Rommy Chandra, Kiki Susilo, dan Hardono Putra Prayogo, pemain yang masih dikenang penggemar IBL.
-
Made “Lolik” Sudiadnyana, selalu disambut hangat di mana pun ia tampil.
-
Generasi setelahnya: Thoyib, Andre Tiara, Fadlan, Wendha Wijaya, yang masih bugar
dan membuktikan transisi ke level veteran berjalan mulus.
Melihat mereka mengenakan jersey lagi adalah nostalgia tersendiri bagi fans yang pernah berdesakan
di tribun Kobatama atau IBL dua dekade lalu.
Momen-Momen di Lapangan
Walaupun berstatus veteran, tensi pertandingan tak kalah dramatis dari liga profesional.
-
Asaba Indonesia KU 70 membuka turnamen dengan kemenangan tipis 36–32 atas Hornbills Kuching.
Skornya rendah, tapi setiap poin terasa mahal, setiap fastbreak disambut sorakan. -
Laga ZAAP Bangkok vs FCBVA Manila di kategori sama berakhir dramatis, 37–35.
-
Para pemain sepuh itu menunjukkan bahwa semangat bersaing tetap menyala.
-
Di kategori KU 60, pertarungan antar tim Malaysia dan Thailand mencuri perhatian,
memperlihatkan betapa organisasi permainan dan pengalaman bisa mengalahkan fisik yang mulai terbatas.
Suasana di tribun penuh tawa, tepuk tangan, dan teriakan dukungan. Banyak penonton datang bukan hanya untuk menonton basket,
tapi juga untuk menyapa idola lama mereka. Tak sedikit yang meminta foto, tanda tangan, bahkan sekadar bersalaman dengan para legenda.
Nilai Lebih: Silaturahmi dan Inspirasi
AVBC 2025 bukan hanya turnamen. Ia adalah ruang untuk silaturahmi lintas generasi.
Banyak momen emosional terlihat: pelukan hangat antar mantan rival, tawa lepas mengenang masa lalu,
hingga air mata kecil ketika bendera negara dikibarkan.
Bagi pemain muda yang ikut menonton, AVBC adalah inspirasi nyata. Bahwa olahraga bukan hanya tentang puncak karier,
tapi juga tentang perjalanan panjang yang bisa terus dijaga. Tema “Legacy” terasa nyata: warisan itu bukan hanya berupa gelar juara,
tetapi nilai sportivitas, persahabatan, dan kecintaan pada permainan.
Seperti kata salah satu legenda usai pertandingan: “Kami mungkin tidak lagi muda, tapi di hati kami basket tetap sama.
Semoga anak-anak muda yang melihat ini tahu bahwa cinta pada olahraga bisa seumur hidup.”
Serpong Jadi Panggung Sejarah
Aim High Stadium, Serpong, menjadi saksi sebuah perayaan olahraga yang sarat makna. Selama lima hari,
Banten menjelma jadi pusat nostalgia basket ASEAN. Tidak ada bintang NBA, tidak ada kontrak jutaan dolar — yang ada
hanyalah semangat tulus untuk bermain dan kebanggaan membawa nama klub serta negara.
Dan ketika turnamen berakhir, yang tertinggal bukan hanya catatan skor, tapi juga kisah-kisah yang akan diceritakan
lagi: tentang persahabatan lama yang diperbarui, tentang tawa di bangku cadangan, tentang peluh dan semangat yang tak lekang oleh usia.
Warisan yang Hidup
AVBC 2025 di Banten membuktikan bahwa legenda tak pernah benar-benar hilang. Mereka mungkin sudah meninggalkan liga profesional,
tapi warisan mereka tetap hidup — di lapangan, di hati penonton, dan di inspirasi yang ditinggalkan bagi generasi berikutnya.
Basket bukan hanya olahraga, tapi juga cerita lintas waktu. Dan di Serpong, cerita itu kembali ditulis,
dengan tinta nostalgia dan semangat yang tak pernah pudar.