Beijing – Sebuah kabar mengejutkan datang dari dunia tenis. Aryna Sabalenka, petenis nomor satu dunia
yang baru saja menorehkan prestasi gemilang di AS Terbuka, mengumumkan pengunduran dirinya dari China Open 2025.
Turnamen prestisius yang digelar di Beijing mulai 24 September hingga 5 Oktober itu harus berjalan tanpa
kehadiran sosok yang dalam beberapa tahun terakhir menjadi wajah dominan tenis putri.
Bagi banyak penggemar tenis, absennya Sabalenka terasa seperti sebuah kehilangan besar.
Namun di balik keputusan ini, tersimpan kisah tentang cedera, strategi pemulihan, dan bagaimana seorang
atlet papan atas harus menyeimbangkan antara ambisi meraih kemenangan dan menjaga keberlanjutan kariernya.
Dari New York ke Beijing: Momentum yang Terhenti
Sabalenka datang ke musim gugur dengan kepercayaan diri tinggi setelah menjuarai US Open,
gelar Grand Slam keempat dalam kariernya. Di Flushing Meadows, ia tampil penuh determinasi,
menyingkirkan lawan-lawan tangguh dan mengalahkan Amanda Anisimova di final. Kemenangan itu
mempertegas dominasinya, sekaligus memperpanjang catatan konsistensinya di turnamen besar.
Namun, euforia kemenangan itu ternyata dibarengi konsekuensi fisik. Cedera kecil yang dialaminya
di New York tidak sepenuhnya pulih, hingga akhirnya memaksa Sabalenka mengambil keputusan pahit: mundur dari China Open.
“Saya merasa sedih harus mundur dari China Open tahun ini setelah mengalami cedera kecil usai US Open.
Saya akan fokus untuk pulih dan kembali ke lapangan dalam kondisi 100%. Saya tidak sabar untuk bertemu
kembali dengan para penggemar di China tahun depan,” ungkap Sabalenka dalam pernyataan resminya.
Cedera: Risiko yang Tak Pernah Jauh dari Atlet
Di level tertinggi olahraga, cedera bukan sekadar penghalang sesaat, melainkan faktor yang dapat menentukan panjang
pendeknya karier seorang atlet. Untuk Sabalenka, yang kini berada di puncak dunia, mengabaikan pemulihan bisa
berarti risiko besar di masa depan.
China Open bukan turnamen biasa. Dengan status WTA 1000, Beijing menjadi salah satu titik penting dalam kalender tenis,
memberikan hadiah poin besar yang bisa menentukan siapa yang akan menutup musim di peringkat nomor satu.
Namun Sabalenka memilih mundur, sebuah bukti bahwa menjaga tubuhnya tetap prima lebih penting dibanding
mengejar poin tambahan dalam jangka pendek.
Konsekuensi bagi Peringkat dan Persaingan
Mundurnya Sabalenka membuka peluang bagi pesaing utamanya, terutama Iga Świątek, Coco Gauff,
dan pemain muda yang sedang naik daun. Tanpa tampil di Beijing, Sabalenka kehilangan kesempatan mengamankan poin tambahan,
yang bisa berdampak pada posisinya menuju WTA Finals—turnamen penutup musim yang mempertemukan delapan pemain terbaik dunia.
Di sisi lain, absennya Sabalenka bisa membuat turnamen ini lebih terbuka. Penggemar di Beijing memang
kecewa tak bisa menyaksikan sang juara Grand Slam, tapi sekaligus bersemangat melihat siapa yang akan memanfaatkan peluang kosong tersebut.
Hubungan Sabalenka dengan China
China Open bukanlah sekadar turnamen bagi Sabalenka. Selama beberapa tahun terakhir,
ia selalu mendapat sambutan hangat dari publik Beijing. Para penggemar tenis di Tiongkok dikenal loyal,
dan absennya Sabalenka tentu menyisakan kekecewaan.
Meski begitu, pernyataannya yang menegaskan keinginan untuk kembali pada tahun depan menjadi penanda
bahwa hubungan emosional antara Sabalenka dan para fans di China tetap terjaga. Ia tak hanya bermain untuk poin dan gelar,
tapi juga untuk ikatan personal yang tercipta melalui sportivitas di lapangan.
Fokus ke Depan: WTA Finals dan Musim 2026
Dengan mundur dari Beijing, perhatian Sabalenka kini sepenuhnya tertuju pada pemulihan.
Target realistis berikutnya adalah tampil bugar di WTA Finals, sebuah ajang yang bukan hanya soal prestise,
tapi juga soal membuktikan siapa yang paling konsisten sepanjang musim.
Keputusan ini juga mencerminkan kedewasaan Sabalenka sebagai atlet. Jika di awal kariernya ia
dikenal sebagai petenis yang kadang terlalu memaksakan diri, kini ia menunjukkan bahwa keberlanjutan karier
jangka panjang lebih penting. Tahun 2026 sudah menunggu, dengan kalender penuh Grand Slam, turnamen WTA,
hingga kemungkinan Olimpiade.
Epilog: Harga dari Kehebatan
Mundurnya Aryna Sabalenka dari China Open menjadi pengingat bahwa di balik gemerlap trofi dan sorotan kamera,
ada sisi rapuh dari tubuh manusia. Atlet, betapapun tangguhnya, tetap harus menghadapi batasan fisik.
Namun jika ada satu hal yang bisa dipastikan, Sabalenka akan kembali. Dengan semangat juangnya,
dengan raket yang siap menghantam bola keras, dan dengan tekad untuk terus mengukir sejarah di dunia tenis.
Untuk saat ini, ia memilih beristirahat. Dan bagi para penggemarnya, penantian itu justru bisa membuat kembalinya nanti terasa lebih istimewa.