Di panggung yang tak selalu disiapkan untuknya, Alejandro Tabilo mencuri sorotan dunia. Lahir di Kanada, membela bendera Chili,
pemain kidal berusia 28 tahun ini berdiri dengan tangan terangkat, wajahnya dipenuhi air mata dan senyum yang tak tertahankan.
Ia baru saja melakukan sesuatu yang tampak mustahil: menjadi juara Chengdu Open 2025 setelah menyingkirkan unggulan pertama Lorenzo Musetti dalam final yang dramatis,
dengan skor 6-3, 2-6, 7-6(5).
Bagi banyak orang, hasil ini mengejutkan. Bagi Tabilo, ini adalah puncak dari sebuah perjalanan yang penuh luka, keraguan, dan keajaiban.
Musim yang Penuh Luka dan Kekalahan
Hanya beberapa bulan lalu, tak banyak yang menyebut nama Tabilo dalam daftar kandidat juara turnamen ATP. Musim 2025 berjalan berat:
-
Catatan kemenangannya sebelum Chengdu hanya 5 kali menang, 13 kali kalah.
-
Cedera pergelangan tangan membuatnya absen panjang, dan ketika kembali, ritmenya terasa hilang.
-
Rankingnya terjun bebas hingga posisi 112 dunia, memaksanya masuk lewat babak kualifikasi di Chengdu.
Dalam sebuah wawancara sebelum turnamen, Tabilo berkata lirih, “Saya hanya ingin kembali menikmati tenis. Tidak berpikir terlalu jauh soal trofi.”
Namun justru dari titik terendah itulah kebangkitannya dimulai.
Chengdu: Dari Pinggiran Menuju Panggung Utama
Perjalanan Tabilo di Chengdu seperti kisah dongeng. Dari babak kualifikasi, ia menyingkirkan lawan demi lawan dengan tekad yang semakin keras.
Setiap kemenangan menambah keyakinan, bahwa bahkan di musim tergelap pun cahaya bisa kembali menyala.
Setiap ronde adalah perjuangan:
-
Babak kualifikasi: mengatasi pemain yang lebih segar secara fisik, meski dirinya masih belum sepenuhnya pulih.
-
Babak utama: melawan unggulan lebih tinggi, ia bermain dengan kreativitas—kombinasi pukulan keras dan drop shot yang licin.
-
Semifinal: ia tampil tenang, meski atmosfer semakin panas.
Dan tibalah di final melawan Lorenzo Musetti, pemain flamboyan Italia yang sudah menembus lima final ATP tetapi belum juga mengangkat trofi.
Banyak yang mengira ini akan jadi panggung kemenangan Musetti.
Final: Ketika Mental Mengalahkan Statistik
Pertandingan final berlangsung 2 jam 37 menit yang penuh drama.
-
Set pertama: Tabilo tampil percaya diri, menekan dengan servis keras dan variasi spin. Ia menang 6-3.
-
Set kedua: Musetti bangkit, mengambil alih momentum dengan reli panjang dan variasi backhand slice. Skor 6-2 untuk Musetti.
-
Set ketiga: sebuah drama psikologis. Musetti sempat unggul 5-4, bahkan memegang dua match point saat Tabilo servis di 5-6. Saat itu,
-
banyak yang sudah mengira laga akan berakhir.
Namun di momen kritis, Tabilo menunjukkan sesuatu yang tidak bisa diajarkan: ketenangan dalam badai. Ia menggagalkan match point dengan servis kencang,
lalu membalikkan keadaan hingga tie-break.
Di tie-break, Musetti unggul 4-1. Tapi Tabilo, dengan pukulan penuh keyakinan, perlahan mengejar. Hingga akhirnya, pada match point,
ia menutup pertandingan dengan sebuah drop shot sempurna—pukulan berani yang menyimbolkan seluruh keberaniannya di turnamen ini.
Setelah bola menyentuh tanah tanpa sempat dikembalikan Musetti, Tabilo jatuh terduduk, menutup wajahnya, lalu menatap langit Chengdu.
Lebih dari Sekadar Trofi
Ini adalah gelar ATP ke-3 dalam kariernya, dan yang pertama di musim 2025. Namun arti kemenangannya jauh lebih besar dari angka:
-
Pembalikan takdir: Dari qualifier dan ranking 112 dunia, ia keluar sebagai juara.
-
Momentum karier: Kemenangan ini mengangkat kembali posisinya menuju Top-75 dunia, memberi peluang untuk tampil di turnamen-turnamen besar tanpa harus melalui kualifikasi.
-
Pesan inspiratif: Bahwa bahkan di musim terburuk sekalipun, seorang atlet bisa menemukan kembali dirinya.
Bagi publik Chili, kemenangan ini punya rasa emosional tersendiri. Setelah era Fernando González dan Nicolás Massú, nama Tabilo kini semakin kuat sebagai harapan baru tenis negara tersebut.
Musetti: Air Mata di Puncak Kekalahan
Jika Tabilo adalah cerita kemenangan, Musetti adalah drama getir.
Ia kini sudah lima kali mencapai final ATP, lima kali pula gagal juara.
Di Chengdu, ia tampil luar biasa sepanjang turnamen, bahkan hampir memastikan gelar di final. Namun sekali lagi, gelar melayang di momen-momen krusial. Seusai laga,
air mata Musetti jatuh. Ia menyebut, “Sangat sulit menerima ini, tapi saya harus tetap percaya.”
Bagi Musetti, Chengdu 2025 adalah luka sekaligus pelajaran.
Lapangan, Suporter, dan Emosi Malam Itu
Sorak penonton Chengdu menambah dramatis suasana. Banyak yang awalnya mendukung Musetti, namun perlahan ikut terhanyut pada perjuangan Tabilo.
Setiap poin yang ia menangkan di momen genting disambut dengan tepuk tangan panjang.
Ketika ia akhirnya mengangkat trofi, Tabilo menunduk lama, seolah berbicara pada dirinya sendiri: tentang cedera, tentang ragu, tentang malam-malam sepi saat ia hampir menyerah.
Epilog: Cahaya dari Timur
Chengdu Open 2025 akan dikenang sebagai turnamen di mana Alejandro Tabilo menolak menyerah pada takdir. Ia datang sebagai qualifier tanpa ekspektasi,
namun pulang sebagai juara yang kisahnya akan diceritakan ulang oleh para penggemar.
Dari luka, lahir tekad. Dari keraguan, muncul keberanian. Dan dari Chengdu, Alejandro Tabilo membuktikan bahwa keajaiban bukan hanya ada dalam dongeng—kadang,
ia nyata di atas lapangan tenis.