Al Horford: Terima Kasih, Boston

Al Horford Terima Kasih, Boston

Pada akhirnya, setiap perjalanan memiliki garis akhir. Untuk Al Horford, garis itu datang bukan di atas panggung meriah dengan kembang api,

melainkan lewat sebuah pesan sederhana: “Thank you, Boston.”

Bagi sebagian orang, mungkin sekadar ucapan perpisahan. Tetapi bagi Boston, kata-kata itu membawa kenangan panjang — tentang seorang pria

Dominika yang datang dua kali ke kota ini, jatuh cinta pada budaya hijau-putih, dan akhirnya menutup bab penting dalam kariernya dengan penuh rasa syukur.

Awal Datang: Ekspektasi Tinggi, Peran yang Diam-Diam Besar

Ketika Horford pertama kali mendarat di Boston pada musim panas 2016, ia datang dengan label besar: kontrak empat tahun senilai $113 juta.

Celtics saat itu sedang membangun ulang jati diri pasca era Big Three. Horford bukanlah bintang paling glamor di NBA, tapi ia dianggap potongan puzzle yang bisa membuat tim kembali relevan.

Ia bukan pencetak 30 poin per malam, bukan highlight machine, tetapi justru itulah kekuatannya. Horford memberi Boston sesuatu yang jarang: keseimbangan.

Ia bisa menembak, bisa bertahan, bisa mengatur tempo — dan yang terpenting, bisa membuat semua pemain di sekelilingnya tampil lebih baik.

Namun perjalanan pertamanya di Boston tak berakhir dengan gelar. Ia mencoba, gagal, dan akhirnya pindah ke Philadelphia, lalu sempat singgah ke Oklahoma City.

Banyak yang mengira itulah akhir cerita Horford dengan Celtics.

Pulang ke Rumah: “The Reunion”

Tapi takdir berkata lain. Pada 2021, sebuah trade membawanya pulang ke TD Garden. Banyak yang meragukan langkah itu: Horford sudah berusia 35 tahun,

banyak yang menyebut tenaganya habis. Tapi di balik keraguan, Boston justru menemukan kembali pemimpin sunyi yang mereka butuhkan.

Di ruang ganti, Horford menjadi jembatan antara generasi muda seperti Jayson Tatum dan Jaylen Brown dengan para veteran. Di lapangan, ia tetap solid — menjaga cat paint,

menembak tiga angka saat dibutuhkan, dan menahan superstar lawan.

Kembalinya Horford bukan sekadar strategi basket. Itu seperti kisah pulang kampung: kembali ke tempat yang benar-benar mengerti dirinya.

Puncak: Banner 18

Momen terbesar datang pada musim 2023–24. Setelah bertahun-tahun mencoba, Boston akhirnya berhasil merebut gelar juara NBA ke-18.

Bagi Horford, ini bukan sekadar cincin juara. Ini adalah puncak dari penantian panjang. Di usia 38 tahun, setelah lebih dari 15 musim NBA, ia akhirnya bisa berdiri di podium,

memegang trofi Larry O’Brien, dan melihat spanduk baru terangkat ke langit-langit TD Garden.

Sorotan kamera menangkap wajahnya yang penuh emosi. Veteran yang tenang itu, untuk pertama kalinya, tampak benar-benar larut dalam momen.

Boston tahu — tanpa kehadirannya, tanpa stabilitasnya — perjalanan menuju Banner 18 mungkin akan jauh lebih berat.

Ucapan Perpisahan: Singkat, Tapi Dalam

Dan kemudian, di penghujung September 2025, kabar resmi datang: Horford menandatangani kontrak multi-tahun dengan Golden State Warriors.

Ia lalu menulis pesan sederhana di media sosial:

“From the moment we arrived, you welcomed my family and me with open arms. This chapter in my career will always hold a special place in my heart.
Raising Banner 18 with this city will be a moment I will always cherish. Thank you, Boston.”

Tidak ada kalimat panjang. Tidak ada drama. Hanya rasa syukur, tulus, dan elegan — seperti cara Horford bermain selama ini.

Warisan: Lebih dari Angka Statistik

Apa warisan Horford di Boston? Jika kita berbicara angka, tentu ada banyak: rata-rata dua digit poin, kontribusi di rebound, defense, dan three-point shooting.

Tapi jejaknya jauh lebih dalam dari itu.

  • Kepemimpinan sunyi. Ia tidak berteriak lantang, tapi memberi contoh lewat kerja keras.

  • Ketenangan di momen besar. Dari dunk poster di atas Giannis Antetokounmpo hingga tembakan clutch di playoff.

  • Jembatan generasi. Tanpa Horford, tidak jelas apakah Tatum dan Brown bisa berkembang dengan ritme yang sama.

Boston tak hanya kehilangan pemain. Mereka kehilangan figur ayah di ruang ganti.

Bab Baru di Warriors

Kini, Horford menuju San Francisco. Di usia 39 tahun, ia akan memperkuat Golden State Warriors — sebuah tim yang juga dihuni para veteran haus gelar

dan budaya juara yang kuat.

Bagi Warriors, Horford adalah tambahan pengalaman, shooting, dan IQ basket. Bagi Horford sendiri, ini adalah bab baru — kesempatan terakhir

untuk memperpanjang kariernya di panggung tertinggi.

Tapi apa pun yang ia capai nanti, hatinya akan selalu tertinggal di Boston.

“Thank You, Big Al”

Ketika sejarah Celtics ditulis, nama Horford mungkin tidak sejajar dengan Bill Russell, Larry Bird, atau Paul Pierce.

Tapi bagi generasi Tatum-Brown, Horford adalah batu fondasi.

Boston sudah memberinya gelar juara. Horford sudah memberikan mereka loyalitas, kepemimpinan, dan momen-momen yang akan dikenang.

Maka, saat ia mengucap “Thank you, Boston” — kota ini pun menjawab serentak:

“Thank you, Big Al. Selamat jalan, dan selamat atas segalanya.”

By Debora