kabar besar datang dari markas besar Association of Tennis Professionals (ATP) di London. Dunia tenis pria resmi memiliki nakhoda baru.
Namanya Eno Polo, mantan pemain tenis Kenya yang kini menjelma menjadi eksekutif global dengan segudang pengalaman bisnis.
Ia ditunjuk sebagai Chief Executive Officer (CEO) ATP, menggantikan Massimo Calvelli yang mundur setelah lebih dari lima tahun memimpin.
Berita ini langsung menyita perhatian: seorang putra Afrika memimpin organisasi tenis pria paling bergengsi di dunia. Langkah yang bukan hanya soal regenerasi kepemimpinan,
tetapi juga simbol harapan bagi masa depan tenis yang lebih inklusif dan adaptif di tengah guncangan industri olahraga modern.
Dari Nairobi ke Dunia
Bagi yang baru mengenal namanya, perjalanan Polo penuh warna. Lahir dan besar di Kenya, ia sejak muda mencintai tenis dan sempat membela negaranya di Davis Cup.
Meski tak pernah menembus papan atas dunia, pengalaman itu menanamkan pemahaman mendalam: tenis bukan sekadar olahraga elit,
melainkan jembatan mimpi bagi banyak anak muda di negara-negara berkembang.
Namun Polo tidak berhenti di lapangan. Setelah gantung raket, ia merantau dan meniti karier di dunia korporasi. Dari Nike, Havaianas,
hingga Juventus, ia mengelola sisi bisnis dan pemasaran global. Ia juga sempat berkecimpung di Premier Padel, liga raket olahraga baru yang tengah naik daun.
Semua itu membentuk profil eksekutif modern: luwes, visioner, dan terbiasa mengelola merek olahraga dalam skala internasional.
“Saya datang kesini dengan membawa pengalaman sebagai pemain dan juga sebagai eksekutif bisnis. Tenis adalah darah saya, tapi saya juga memahami bahasa korporasi,
sponsor, dan media. Saya rasa kombinasi ini penting untuk memimpin ATP di era sekarang,” ujar Polo dalam pernyataan resminya.
Pergantian Tongkat Estafet
Polo mengambil alih dari Massimo Calvelli, yang sejak 2020 memimpin ATP melewati masa sulit pandemi Covid-19.
Calvelli berjasa dalam menjaga stabilitas finansial dan menyusun inisiatif OneVision, sebuah strategi jangka panjang untuk meningkatkan pendapatan,
transparansi, dan pengalaman penonton. Namun ia juga menghadapi kritik: dari pemain yang protes soal pemilihan bola, hingga perdebatan mengenai kondisi pertandingan di cuaca ekstrem.
Ketika Calvelli mundur pada pertengahan 2025, ATP butuh figur baru yang segar. Andrea Gaudenzi, Ketua ATP, menyebut Polo sebagai pilihan ideal.
“Eno adalah seorang pemimpin dinamis yang sudah memahami dua dunia: dunia pemain dan dunia bisnis. Itu kombinasi langka,” kata Gaudenzi.
Agenda Besar Polo: Menjembatani Pemain, Turnamen, dan Pasar
Sebagai CEO, Polo tidak hanya duduk di kursi eksekutif. Ia memegang kendali atas seluruh operasi global ATP: dari kalender turnamen, distribusi hak siar,
kontrak sponsor, hingga isu kesejahteraan pemain. Tugasnya berat, tapi juga penuh peluang.
1. Meneruskan dan Memperluas OneVision
Program ini menjadi warisan Calvelli. Polo dituntut memperkuatnya: menambah transparansi keuangan, membagi pendapatan lebih adil antara pemain dan turnamen,
serta memastikan pertumbuhan berkelanjutan.
2. Meningkatkan Fan Engagement
Di era TikTok, YouTube Shorts, dan streaming, tenis harus tampil lebih menarik untuk generasi muda. Polo diharapkan mendorong digitalisasi: konten interaktif,
liputan di balik layar, dan kemasan siaran yang segar. “Penonton hari ini tidak sama dengan 10 tahun lalu. Kita harus hadir di tempat mereka berada,” katanya.
3. Menjawab Kritik Pemain
Sebagai mantan wakil pemain di Dewan ATP, Polo tahu persis apa yang sering dikeluhkan: jadwal yang padat, kondisi cuaca ekstrem, kualitas bola, hingga distribusi hadiah.
Kini, sebagai CEO, ia dituntut bukan hanya mendengar, tapi juga memberi solusi nyata.
4. Mengelola Persaingan Eksternal
Olahraga raket seperti padel dan pickleball terus mencuri perhatian. Sementara itu, olahraga lain—dari sepak bola hingga e-sports—bersaing merebut waktu penonton.
Polo harus menjaga tenis tetap relevan dan komersial.
5. Transparansi dan Tata Kelola
Setelah beberapa kontroversi dalam manajemen ATP, ia dituntut memperbaiki citra organisasi dengan keterbukaan dan komunikasi yang lebih baik.
Simbol Representasi Afrika
Di balik aspek bisnis, penunjukan Polo punya arti simbolis besar. Ia menjadi salah satu tokoh Afrika pertama yang menduduki posisi puncak di organisasi olahraga global sebesar ATP.
Bagi banyak pecinta tenis di Afrika, kehadirannya di pucuk pimpinan membawa harapan baru.
“Sebagai anak muda Kenya, saya dulu bermimpi tenis bisa membuka jalan ke dunia. Kini saya ingin memastikan lebih banyak pemain
dari Afrika dan kawasan lain mendapat kesempatan yang sama,” ujarnya dalam wawancara.
Reaksi Dunia Tenis
Para pemain top dunia merespons dengan antusias.
Novak Djokovic menyebutnya “pilihan bijak yang bisa memahami kebutuhan pemain.”
Sementara Rafael Nadal menekankan bahwa pengalaman Polo di bisnis global akan sangat penting untuk memperluas pasar tenis.
Di sisi lain, pengamat bisnis olahraga melihat penunjukan ini sebagai langkah strategis ATP untuk menegaskan dirinya sebagai organisasi modern.
“Dengan Polo, ATP ingin mengatakan bahwa tenis bukan hanya tentang Eropa dan Amerika. Ini olahraga global, dan harus dipimpin oleh figur yang global juga,”
tulis Sports Business Journal.
Tantangan yang Menunggu
Namun jalan Polo tidak mulus. Fragmentasi hak siar, jadwal yang padat, hingga isu kesetaraan hadiah antara ATP dan WTA tetap menjadi PR besar.
Belum lagi tekanan dari pemain muda yang lebih vokal menuntut hak.
Sebagai CEO, ia harus menjaga keseimbangan antara tiga kepentingan utama: pemain, turnamen, dan sponsor. Salah langkah bisa memicu ketegangan baru.
Penutup: Era Baru ATP?
Dengan segala pengalaman dan latar belakangnya, Eno Polo membawa cerita unik: dari lapangan tenis di Nairobi ke ruang rapat paling berpengaruh di dunia tenis pria.
Penunjukannya menandai era baru — era di mana tenis ingin lebih inklusif, lebih modern, dan lebih dekat dengan penontonnya.
Apakah Polo mampu membawa ATP ke puncak kejayaan baru? Waktu akan menjawab. Namun satu hal pasti: perjalanan ini baru saja dimulai,
dan seluruh dunia tenis menunggu langkah pertamanya.