Menuju Bangkok: 24 Nama, Satu Mimpi Merah Putih

Menuju Bangkok: 24 Nama, Satu Mimpi Merah Putih

Suasana GOR Soemantri Brodjonegoro, Jakarta Selatan, mendadak penuh energi. Bukan sekadar latihan biasa, melainkan awal perjalanan panjang

menuju panggung terbesar se-Asia Tenggara. 24 pemain terbaik tanah air resmi dipanggil BTN Perbasi untuk mengikuti pemusatan latihan (TC),

persiapan menuju SEA Games 2025 di Bangkok, Thailand.

Meski banyak media sempat menyebut ada “25 pemain” yang dipanggil, secara resmi nama yang diumumkan berjumlah 24. Namun, angka sekecil itu tidak terlalu penting.

Yang lebih besar adalah harapan: membawa kembali medali emas yang menjadi simbol kebangkitan basket Indonesia.

Ketika Nama Dibacakan: Antara Harapan dan Degup Jantung

Bagi setiap pemain, panggilan ke TC timnas adalah semacam surat cinta: pengakuan atas kerja keras mereka sepanjang musim IBL 2025. Dari tribun,

publik hanya melihat statistik dan sorak-sorai. Namun di baliknya, ada cerita pengorbanan, latihan keras, dan kadang luka cedera yang membekas.

“Ketika nama saya masuk daftar, rasanya campur aduk. Bangga, tapi juga sadar perjuangan masih panjang. TC ini bukan akhir, melainkan ujian baru,”

kata salah satu pemain muda yang enggan disebut namanya.

Ya, daftar 24 nama bukanlah tiket otomatis ke Bangkok. Dari sini, hanya sekitar 12 kursi final yang akan diperebutkan.

Artinya, separuh dari mereka akan pulang sebelum sempat mencicipi atmosfer SEA Games.

Panggung Seleksi: Senior, Junior, dan Regulasi

Wajah Lama, Pengalaman Baru

Nama-nama seperti Andakara Prastawa, Abraham Grahita, Kaleb Ramot Gemilang, hingga Yudha Saputera tetap menghiasi daftar.

Mereka adalah veteran yang sudah kenyang pengalaman, pernah mencicipi asam garam pertandingan internasional.

“Pengalaman senior itu penting. Mereka jadi jangkar di tengah tekanan,” ujar pelatih kepala David Singleton.

Regenerasi Tak Bisa Ditunda

Namun, regenerasi juga jelas terasa. Muncul nama-nama seperti Patrick Nikolas, Arthur Vadel, dan Avan Seputra.

Bagi mereka, TC ini adalah kesempatan emas—bukan sekadar menunjukkan skill, tetapi juga membuktikan diri layak berdiri sejajar dengan senior.

Aturan Naturalisasi yang Menyempit

Satu babak lain yang menambah drama adalah regulasi baru SEA Games: pemain naturalisasi yang mendapat paspor setelah usia 16 tahun tidak boleh tampil.

Artinya, beberapa bintang seperti Marques Bolden atau Lester Prosper otomatis tersisih.

Keputusan ini memaksa Indonesia kembali pada kekuatan lokal—sebuah tantangan sekaligus peluang. Apakah ini akan melemahkan, atau justru menguatkan semangat kebersamaan tim?

Waktu yang Singkat, Target yang Tinggi

SEA Games 2025 akan dimulai 9 Desember, hanya sekitar 88 hari sejak TC dimulai. Waktu yang sempit untuk membangun chemistry, strategi, hingga kekompakan mental.

“Ini seperti sprint maraton. Kami harus bergerak cepat tapi tetap menjaga tenaga. Latihan bukan cuma soal fisik, tapi juga menyatukan pikiran dan hati,” kata Singleton.

TC sendiri dirancang bukan hanya soal teknik—drill, scrimmage, atau conditioning—tetapi juga menciptakan identitas tim: bermain cepat, solid, dan penuh determinasi.

Klub, Rivalitas, dan Persatuan

Daftar 24 nama juga menggambarkan peta kekuatan IBL. Dewa United Banten menyumbang enam pemain, Satria Muda, Pelita Jaya, dan klub besar lain juga menyumbang wakilnya.

Di liga, mereka rival. Saling mengalahkan demi prestise klub. Namun di timnas, jersey biru dan hitam diganti dengan merah putih. Semua harus melepaskan ego,

menanggalkan rivalitas, dan belajar bertarung sebagai satu kesatuan.

“Awalnya canggung, tapi begitu masuk lapangan latihan, kami sadar: musuh kami bukan lagi Pelita atau Dewa United.

Musuh kami adalah Thailand, Filipina, Vietnam,” ujar seorang pemain RANS Simba yang juga masuk daftar.

Tekanan Medali: Publik Menunggu

Indonesia punya sejarah panjang di SEA Games. Emas pernah diraih, meski tak selalu konsisten. Kini, dengan Thailand sebagai tuan rumah

dan Filipina yang selalu jadi raksasa basket ASEAN, tantangan makin berat.

Publik tentu tak akan puas dengan sekadar partisipasi. Medali—emas bila mungkin—menjadi target. Tekanan itu menumpuk di pundak 24 pemain ini,

terutama mereka yang sudah pernah berdiri di podium.

Dari TC ke Bangkok: Sebuah Perjalanan Batin

Lebih dari sekadar seleksi, TC ini adalah perjalanan batin. Ada yang akan terpilih, ada yang akan tersisih. Namun bagi semua, pengalaman ini akan meninggalkan jejak dalam karier mereka.

Bagi pemain muda, TC adalah ruang belajar langsung dari senior. Bagi senior, ini kesempatan terakhir membela Merah Putih di panggung besar.

Dan bagi pelatih, memilih 12 dari 24 nama adalah pekerjaan yang sama sulitnya dengan memimpin pertandingan final.

24 Nama, Satu Harapan

Saat ini, 24 pemain berkeringat di GOR Soemantri, menjalani latihan demi latihan, seleksi demi seleksi. Di mata mereka, ada mimpi yang sama: berdiri di podium Bangkok,

mendengar “Indonesia Raya” berkumandang, dan meraih medali emas untuk negeri.

Entah siapa 12 nama yang akan akhirnya terpilih, satu hal jelas: panggilan TC SEA Games 2025 ini bukan sekadar daftar nama, tetapi sebuah janji—bahwa basket Indonesia masih berlari,

masih bermimpi, dan masih berani bersaing di level Asia Tenggara.

By Debora